Dear PNS, Please Bedakan Duit Pak Jokowi dengan Duit Negara
UANG itu berasal dari pajak kita semua, termasuk pajak Anda. Sebagai presiden, Jokowi mendapat mandat untuk mengelolanya, membuat Anda semua sejahtera. Tugas itu sudah terbukti gagal ditunaikan oleh Jokowi selama empat tahun terakhir.
Oleh : Hersubeno Arief
Pengamat politik dan media
Jika tak ada aral melintang, pemerintah pertengahan April ini akan mencairkan kenaikan gaji sekaligus rapel untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS). Di luar itu pada bulan Mei masih ada tambahan lagi gaji ke-13 plus Tunjangan Hari Raya (THR).
Menkeu Sri Mulyani memastikan pemerintah sudah mengalokasikan anggarannya sejak bulan Januari. Namun karena kementerian dan lembaga pemerintah terlambat menyerahkan dokumen pembayaran gaji, maka baru dapat dibayarkan sekarang. Jumlahnya lumayan karena kenaikan gaji tersebut terhitung bulan Januari. Jadi ada rapel sebanyak empat bulan.
Tidak perlu sekolah tinggi, tidak perlu jadi orang pinter sekelas Rocky Gerung untuk memahami bahwa ini adalah bentuk penyimpangan. Bentuk penyelewengan uang negara untuk money politics.
Mengapa gaji itu cair hanya beberapa hari menjelang pencoblosan? Bukankah ini namanya main curang di masa injury time. Di menit-menit akhir ketika pertandingan akan berakhir.
Sebagai wasit, KPU dan Bawaslu mestinya langsung mengeluarkan dua kartu kuning, kalau perlu kartu merah. Jokowi harus diingatkan. Kalau mau menang tetaplah bermain secara sportif dan elegan.
Tunda pembayaran gaji sampai akhir bulan, atau setidaknya sehari setelah hari pencoblosan. Toh para PNS juga sudah teruji kesabarannya. Mereka sudah bersabar selama hampir lima tahun terakhir, gajinya tidak pernah naik.
Dengan total jumlah PNS sebanyak 4.5 juta orang (pusat, provinsi, dan kabupaten), maka kenaikan gaji ini akan menjadi money politics besar-besaran yang pernah terjadi sepanjang sejarah demokrasi di Indonesia. Total jumlahnya sebesar Rp 224,4 triliun.
Setelah empat tahun tidak pernah naik, tiba-tiba Jokowi memutuskan untuk menaikkan gaji rata-rata sebesar 5 persen. Jelas bagi PNS itu merupakan kabar yang sangat baik. Memang sudah seharusnya gaji naik, karena nilai nominal yang mereka terima selalu tergerus inflasi.
Naiknya gaji di tahun politik ini jelas ada apa-apanya. Apalagi diberikan sebelum hari H pencoblosan. Begitu juga Peraturan Pemerintah (PP) tentang gaji ke-13 dan THR dikebut harus keluar sebelum pilpres.
Jumlah PNS sebanyak 4,5 juta jiwa, adalah pemilih riil yang menggiurkan bagi siapapun kandidat capres yang akan berlaga. Bila ditambah dengan pasangan (suami-istri) plus 2 orang anak, jumlahnya mendekati 20 juta jiwa. Sekitar 10 persen dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 193 juta orang. Jumlah yang bikin air liur meleleh.
Dengan elektabilitas di bawah 50 persen, apabila Jokowi bisa memaksimalkan money politics resmi menggunakan uang negara itu, maka pintu kemenangan terbuka lebar.
Bagaimana sebaiknya para PNS menyikapi?
Pertama, tolong jangan lupakan fakta bahwa selama empat tahun pemerintahan Jokowi tidak pernah ada kenaikan gaji. Tolong diingat-ingat bagaimana pontang-pantingnya Anda atau istri Anda membagi-bagi lokasi gaji untuk belanja rumah tangga, membayar listrik, beli bahan bakar, biaya sekolah anak dan berbagai cicilan lainnya.
Please jangan lupakan bahwa selama empat tahun terakhir semua harga barang kebutuhan pokok naik. Listrik naik, BBM juga naik. Kalau Anda punya anak yang sudah menyelesaikan sekolah dan mencari kerja, lapangan pekerjaan juga sulit.
Kedua, kalau selama empat tahun tidak pernah naik, dan tiba-tiba ketika menjelang pilpres semua dinaikkan, PP gaji ke-13 dan THR juga dikebut sebelum pilpres, Anda perlu curiga. Pasti ada apa-apanya. Pasti ada udang di balik batu. Pasti niatnya tidak tulus.
Ketiga, agar fair, adil silakan cari pembanding. Yang paling dekat coba bandingkan dengan masa pemerintahan sebelumnya, ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden. Setiap tahun gaji PNS naik, bahkan pernah naik sampai dua digit. Variasinya antara 5-20 persen.
Sejak tahun 2008 tercatat SBY menaikkan gaji PNS sampai 8 kali. Kenaikan terakhir terjadi pada tahun 2014 menjelang pilpres. Naiknya 6 persen dengan alasan untuk menjaga nilainya dari inflasi.
Karena itu jangan gembira dulu. Pengalaman pahit selama empat tahun terakhir, sangat mungkin akan kembali terjadi pada lima tahun ke depan bila Jokowi terpilih kembali.
Para pendukung SBY berhak membuat meme seperti para pendukung Pak Harto: “Piye Kabare? Isih enak jamanku mbiyen tho?”
Keempat, ini yang harus benar-benar tidak boleh Anda lupakan. Kenaikan gaji, rapel, gaji ke-13 dan THR itu berasal dari anggaran negara (APBN), bukan dari kantong pribadi Jokowi.
Uang itu berasal dari pajak kita semua, termasuk pajak Anda. Sebagai presiden, Jokowi mendapat mandat untuk mengelolanya, membuat Anda semua sejahtera. Tugas itu sudah terbukti gagal ditunaikan oleh Jokowi selama empat tahun terakhir.
Selamat menikmati kenaikan gaji, rapel, dan selamat menanti gaji ke-13 dan THR. Uang itu adalah hak Anda sebagai abdi negara. Hak Anda karena setiap hari melayani rakyat dan menjadikan negara kita tercinta menjadi lebih baik, maju, adil dan makmur.
Sekali lagi please jangan terpedaya. Jangan mau dibohongi, dipengaruhi, diarah-arahkan, apalagi ditekan dan dipaksa untuk memilih seorang presiden yang mendadak “baik hati.”
Empat poin tadi hanya catatan kecil. Anda bisa menambahkan banyak catatan lain. Catatan tentang janji-janji Pilpres 2014 yang tidak ditepati. Daftarnya sangat panjang. Anda tak perlu khawatir kehabisan bahan.
Penting untuk kembali direnungkan peringatan setiap kali pemilu dan pilpres tiba : Kurang dari lima menit salah dalam mengambil keputusan di kotak suara, selama lima tahun ke depan akan menderita. end
(sumber: hersubenoarief.com)